Minggu, 17 Januari 2010

Memberi Nama Bayi/Anak secara Islam


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits







Memberi Nama Bayi / Anak Secara Islami

Meski sastrawan Inggris, Shakespeare, berkata “What’s in a name?” Apalah arti sebuah nama? Namun dalam Islam, nama itu penting.

Seorang teman ada yang dinamakan orang tuanya nama yang kurang bagus, namun karena malu begitu SMP namanya dirubah jadi lebih baik. Ada pula yang dinamakan Letoy (lemas). Anak bisa malu atau rendah diri jika namanya buruk dan teman-temannya memanggilnya dengan namanya yang buruk.

Untuk itu Nabi memerintahkan agar para orang tua memberi nama anaknya dengan nama yang baik:

Seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, ” Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?” Nabi Saw menjawab, “Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatirnu).” (HR. Aththusi).

Nabi pernah merubah nama yang artinya buruk, Barrah, menjadi Zainab:

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

Semula nama Zainab adalah Barrah. Orang mengatakan, ia membersihkan dirinya. Lalu Rasulullah saw. memberinya nama Zainab. (Shahih Muslim No.3990)

Hendaknya memberi nama (tasmiyah) dilakukan pada saat aqiqah, yaitu menyembelih 2 ekor kambing untuk anak lelaki dan seekor kambing untuk anak perempuan:

Setiap anak tergadai dengan (tebusan) akikahnya (seekor atau dua ekor kambing) yang disembelih pada umur tujuh hari dan dicukur rambut kepalanya (sebagian atau seluruhnya) dan diberi nama. (HR. An-Nasaa’i)

Nabi melarang ummatnya untuk memberi nama dengan gelarnya: Abu Qosim:

Dari Anas bin Malik ra., ia berkata:

Seseorang menyapa temannya di Baqi: Hai Abul Qasim! Rasulullah saw. berpaling kepada si penyapa. Orang itu segera berkata: Ya Rasulullah saw, aku tidak bermaksud memanggilmu. Yang kupanggil adalah si Fulan. Rasulullah saw. bersabda: Kalian boleh memberi nama dengan namaku, tapi jangan memberikan julukan dengan julukanku. (Shahih Muslim No.3974)

Sebaliknya, Nabi menganjurkan agar kita memberi nama anak kita dengan nama Nabi, yaitu: Muhammad:

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

Abul Qasim, Rasulullah saw. bersabda: Berikanlah nama dengan namaku, tetapi jangan memberikan julukan dengan julukanku. (Shahih Muslim No.3981)

Dari Jabir bin Abdullah ra., ia berkata:

Seseorang di antara kami mempunyai anak. Ia menamainya dengan nama Muhammad. Orang-orang berkata kepadanya: Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama Rasulullah saw. Orang itu berangkat membawa anaknya yang ia gendong di atas punggungnya untuk menemui Rasulullah saw. Setelah sampai di hadapan Rasulullah saw. ia berkata: Ya Rasulullah! Anakku ini lahir lalu aku memberinya nama Muhammad. Tetapi, orang-orang berkata kepadaku: Kami tidak akan membiarkanmu memberi nama dengan nama Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda: Kalian boleh memberikan nama dengan namaku, tetapi jangan memberi julukan dengan julukanku. Karena, akulah Qasim, aku membagi di antara kalian. (Shahih Muslim No.3976)

Haram menamakan anak dengan nama Allah seperti Malikul Amlak dan Malikul Mulk (Raja Segala Raja) karena itu adalah nama Allah. Jangan memberi nama anak dengan nama-nama Allah:

Dari Ibnu Umar ra, Nabi bersabda: Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah (Hamba Allah) dan Abdurrahman (Hamba Yang Maha Pengasih) [HR Muslim]

Dari Abu Hurairah ra.:

Dari Nabi saw., beliau bersabda: Nama yang paling jelek di sisi Allah adalah seorang yang bernama Malikul Muluk. Ibnu Abu Syaibah menambahkan dalam riwayatnya: Tidak ada malik (raja) kecuali Allah Taala.. (Shahih Muslim No.3993)

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna” [Al A’raaf:180]

“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang baik)” [Thaahaa:8]

Sebaliknya Nabi memberi nama-nama Nabi seperti Ibrahim kepada seorang anak.

Dari Abu Musa ra., ia berkata:

Anakku lahir, lalu aku membawanya kepada Nabi saw., beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya (mengolesi mulutnya) dengan kurma. (Shahih Muslim No.3997)

Sebaiknya nama adalah Abdul (Hamba) dengan Asma’ul Husna (99 Nama Allah yang baik) seperti Abdullah (Hamba Allah), Abdurrahman (Hamba Maha Pengasih), Abdul Hakim, Abdul Hadi, dan sebagainya:

Dari Aisyah ra., ia berkata:

Asma binti Abu Bakar ra. keluar pada waktu hijrah saat ia sedang mengandung Abdullah bin Zubair. Ketika sampai di Quba’, ia melahirkan Abdullah di Quba’. Setelah melahirkan, ia keluar menemui Rasulullah saw. agar beliau mentahnik si bayi. Rasulullah saw. mengambil si bayi darinya dan beliau meletakkannya di pangkuan beliau. Kemudian beliau meminta kurma. Aisyah ra. berkata: Kami harus mencari sebentar sebelum mendapatkannya. Beliau mengunyah kurma itu lalu memberikannya ke mulut bayi sehingga yang pertama-tama masuk ke perutnya adalah kunyahan Rasulullah saw. Selanjutnya Asma berkata: Kemudian Rasulullah saw. mengusap bayi, mendoakan dan memberinya nama Abdullah. Tatkala anak itu berumur tujuh atau delapan tahun, ia datang untuk berbaiat kepada Rasulullah saw. Ayahnya, Zubair yang memerintahkan demikian. Rasulullah saw. tersenyum saat melihat anak itu menghadap beliau. Kemudian ia membaiat beliau. (Shahih Muslim No.3998)

Jika memakai nama seperti itu, hendaknya jika kita menyingkat nama anak, panggilah dengan Abdul (Hamba). Bukan memanggilnya dengan nama Allah seperti Hadi, ‘Alim, dan sebagainya. Jika tidak, panggil namanya dengan lengkap seperti Abdul Hadi.

Dari Sahal bin Saad ra., ia berkata:

Al-Mundzir bin Abu Usaid, ketika baru dilahirkan, dibawa menghadap Rasulullah saw. Beliau meletakkan di pangkuannya sedangkan Abu Usaid duduk. Lalu perhatian Nabi saw. tercurah pada sesuatu di depan beliau. Maka Abu Usaid menyuruh seseorang mengangkat anaknya dari atas paha Rasulullah saw. dan memindahkannya. Ketika Rasulullah saw. tersadar, beliau bertanya: Mana anak itu? Abu Usaid menjawab: Kami memindahkannya, ya Rasulullah saw. Rasulullah saw. bertanya: Siapa namanya? Abu Usaid menjawab: Fulan, ya Rasulullah saw. Rasulullah saw. bersabda: Tidak, tetapi namanya adalah Mundzir. Jadi, pada hari itu, Rasulullah saw. memberinya nama Mundzir. (Shahih Muslim No.4002)

Meski ada yang berkata bahwa memberi nama bisa dalam bahasa apa saja bukan hanya Arab, namun saya pribadi beranggapan dalam bahasa Arab lebih baik karena bahasa Arab merupakan bahasa umum/persatuan yang dipakai ummat Islam. Artinya bisa dipahami secara sama/standar oleh siapa saja. Misalnya kalau Muhammad kita tahu artinya terpuji, atau Abdullah adalah Hamba Allah.

Tapi kalau bahasa lain, meski dalam bahasa itu artinya bagus, tapi menurut bahasa lainnya bisa saja buruk. Sebagai contoh kata “Tai” dari Cina artinya besar. Dalam bahasa Indonesia “Tai” artinya kotoran dan bisa ditertawakan orang

Asmaul-Husna


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits







Asma’ul Husna:

1. Allah

2. Ar-Rahman – Maha Pemurah

3. Ar-Rahim – Maha Penyayang

4. Al-Malik – Maha Merajai/Pemerintah

5. Al-Quddus – Maha Suci

6. As-Salam – Maha Penyelamat

7. Al-Mu’min – Maha Pengaman

8. Al-Muhaymin – Maha Pelindung/Penjaga

9. Al-’Aziz – Maha Mulia/Perkasa

10. Al-Jabbar – Maha Pemaksa

11. Al-Mutakabbir – Maha Besar

12. Al-Khaliq – Maha Pencipta

13. Al-Bari’ – Maha Perancang

14. Al-Musawwir – Maha Menjadikan Rupa Bentuk

15. Al-Ghaffar – Maha Pengampun

16. Al-Qahhar – Maha Menundukkan

17. Al-Wahhab – Maha Pemberi

18. Ar-Razzaq – Maha Pemberi Rezeki

19. Al-Fattah – Maha Pembuka

20. Al-’Alim – Maha Mengetahui

21. Al-Qabid – Maha Penyempit Hidup

22. Al-Basit – Maha Pelapang Hidup

23. Al-Khafid – Maha Penghina

24. Ar-Rafi’ – Maha Tinggi

25. Al-Mu’iz – Maha Pemberi Kemuliaan/Kemenangan

26. Al-Muthil – Maha Merendahkan

27. As-Sami’ – Maha Mendengar

28. Al-Basir – Maha Melihat

29. Al-Hakam – Ma! ha Menghukum

30. Al-’Adl – Maha Adil

31. Al-Latif – Maha Halus

32. Al-Khabir – Maha Waspada

33. Al-Halim – Maha Penyantun

34. Al-’Azim – Maha Agong

35. Al-Ghafur – Maha Pengampun

36. Ash-Shakur – Maha Pengampun

37. Al-’Aliyy – Maha Tinggi Martabat-Nya

38. Al-Kabir – Maha Besar

39. Al-Hafiz – Maha Pelindung

40. Al-Muqit – Maha Pemberi Keperluan

41. Al-Hasib – Maha Mencukupi

42. Aj-Jalil – Maha Luhur

43. Al-Karim – Maha Mulia

44. Ar-Raqib – Maha Pengawas

45. Al-Mujib – Maha Mengabulkan

46. Al-Wasi’ – Maha Luas Pemberian-Nya

47. Al-Hakim – Maha Bijaksana

48. Al-Wadud – Maha Pencinta

49. Al-Majid – Maha Mulia

50. Al-Ba’ith – Maha Membangkitkan

51. Ash-Shahid – Maha Menyaksikan

52. Al-Haqq – Maha Benar

53. Al-Wakil – Maha Berserah

54. Al-Qawiyy – Maha Memiliki Kekuatan

55. Al-Matin – Maha Sempurna Kekuatan-Nya

56. Al-Waliyy – Maha Melinuingi

57. Al-Hamid – Maha Terpuji

58. Al-Muhsi – Maha Menghitung

59. Al-Mubdi’ – Maha Memulai/Pemula

60. Al-Mu’id – Maha Mengembalikan

61. Al-Muhyi – Maha Menghidupkan

62. Al-Mumit – Maha Mematikan

63. Al-Hayy – Maha Hidup

64. Al-Qayyum – Maha Berdiri Dengan Sendiri-Nya

65. Al-Wajid – Maha Menemukan

66. Al-Majid – Maha Mulia

67. Al-Wahid – Maha Esa

68. As-Samad – Maha Diminta

69. Al-Qadir – Maha Kuasa

70. Al-Muqtadir – Maha Menentukan

71. Al-Muqaddim – Maha Mendahulukan

72. Al-Mu’akhkhir – Maha Melambat-lambatkan

73. Al-’Awwal – Maha Pemulaan

74. Al-’Akhir – Maha Penghabisan

75. Az-Zahir – Maha Menyatakan

76. Al-Batin – Maha Tersembunyi

77. Al-Wali – Maha Menguasai Urusan

78. Al-Muta’ali – Maha Suci/Tinggi

79. Al-Barr – Maha Bagus (Sumber Segala Kelebihan)

80. At-Tawwab – Maha Penerima Taubat

81. Al-Muntaqim – Maha Penyiksa

82. Al-’Afuww – Maha Pemaaf

83. Ar-Ra’uf – Maha Mengasihi

84. Malik Al-Mulk – Maha Pemilik Kekuasaan

85. Zhul-Jalali wal-Ikram – Maha Pemilik Keagungan dan Kemuliaan

86. Al-Muqsit – Maha Mengadili

87. Aj-Jami’ – Maha Mengumpulkan

88. Al-Ghaniyy – Maha Kaya Raya

89. Al-Mughni – Maha Penberi Kekayaan

90. Al-Mani’ – Maha Membela/Menolak

91. Ad-Darr – Maha Pembuat Bahaya

92. An-Nafi’ – Maha Pemberi Manfaat

93. An-Nur – Maha Pemberi Cahaya

94. Al-Hadi – Maha Pemberi Petunjuk

95. Al-Badi’ – Maha Indah/Tiada Bandingan

96. Al-Baqi – Maha Kekal

97. Al-Warith – Maha Membahagi/Mewarisi

98. Ar-Rashid – Maha Pandai/Bijaksana

99. As-Sabur – Maha Penyabar

Fatwa MUI Menyekolahkan Anak2Muslim Di Sekolah Kristen


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits








FATWA MUI TENTANG HUKUM MENYEKOLAHKAN ANAK-ANAK MUSLIM DI SEKOLAH-SEKOLAH KRISTEN

Bahwa surat Kongregasi Pendidikan Katolik tentang sekolah Katolik No. 35, 45 dan 49 sebagaimana dimuat di majalah “HIDUP” No. 43 th.XLIV Tgl 28 Oktober 1990 telah menegaskan tentang tugas khusus sekolah katolik yaitu: “MEMBENTUK MURID-MURIDNYA MENJADI KRISTEN SEUTUHNYA”, dengan tidak menghormati keyakinan agama peserta didik yang telah menganut agama lain. Bahwa Surat Kongregasi Pendidikan Katolik tersebut diatas telah menjadikan sekolah-sekolah Kristen/Katolik di Indonesia sebagai pelaksana tugas khusus termasuk yang dengan itu ia merupakan GERAKAN PEMURTADAN, terhadap ANAK-ANAK MUSLIM yang bersekolah disekolah-sekolah Kristen/katolik. Dan dalam hal ini jelas-jelas merupakan PELANGGARAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.2 TAHUN 1989, TENTANG PENDIDIKAN NASIONAL, PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945.. Bahwa untuk menjawab pertanyaan Ummat Islam mengenai HUKUM MENYEKOLAHKAN ANAK-ANAK MUSLIM DI SEKOLAH-SEKOLAH KRISTEN/KATOLIK, majelis Fatwa Badan Kerja Sama Pondok Pesantren (BKSPP) INDONESIA berkewajiban mengeluarkan fatwa tentang hal tersebut. berdasarkan dalil-dalil dalam :

A. Al-Qur’anul Kariem :

1. Surat At-Tahriem ayat. 6.

” Hai orang-oranng yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”

2. Surat Al-Mumtahanah ayat 9

” Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negrimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang zhalim “.

3. Surat Al-Baqarah ayat. 120.

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang dan rela kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka “.

4. Surat Ali Imron ayat.100.

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman “.

B. Hadist-hadist.

1. “Sebagian hak orang tua (ayah) terhadap anaknya adalah mendidik/menanamkan budi pekerti yang luhur dan memberikan nama yang baik”. (H.R. Al-Baihaqi).

2. “Tiada pemberian yyang utama dari seorang ayah kepada anaknya dari pada pemberian adab/pendidikan yang baik”. (H.R At-Tirmidzi dari Ayyub bin Musa).

3. “Tidaklah seorang anak dilahirkan kecuali dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikanya yahudi atau nasrani atau Majusi “. (H.R. Muslim).

C. Kaidah Ushul Fiqh.

“Menolak sesuatu yang merusak (membahayakan) harus didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan”.

Tidak dapat dibenarkan adanya penyelenggaraan pendidikan agama, jika pendidikan agama yang diterima oleh peserta didik berbeda dengan agama yang dianutnya, atau guru yang mengajarkan menganut agama lain, sebagaimana ditegaskan dalam :

A. PENJELASAN PASAL 28 AYAT 2 UU NO.2 TAHUN1989.

“Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama peserta didik yang bersangkutan”.

B. PENJELASAN PASAL 39 UU NO.2. TAHUN 1989.

“Pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain, dalam hubungan antar ummat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan Nasional “.

Dengan bertawakkal kepada Allah SWT, maka majelis fatwa BKSPP Indonesia dalam sidangnya tanggal 4 Sya’ban 1414 H/16 januari 1994 M memutuskan :

“HARAM HUKUMYA MENYEKOLAHKAN ANAK-ANAK MUSLIM DI SEKOLAH-SEKOLAH KRISTEN/KATOLIK TERSEBUT “

Ditetapkan di : Bekasi.

Tanggal 04 Sya’ban 1414 H/16 Januari 1994 M.

Pimpinan Sidang

ketua

ttd

K.H Tb. Hasan Basri.

Sekretaris

ttd

K.H Kholil Ridwan Lc

Membangun dan Membina Rumah Yang Islami


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits







Tips Membangun dan Membina Rumah yang Islami

Dalam membangun rumah yang baik, sering orang menggunakan Feng Shui yang berasal dari budaya Cina. Padahal tidak semuanya selaras dengan ajaran Islam. Jika keliru, mungkin bisa terjerumus dalam kemusyrikan karena mempercayai adanya kekuatan selain Allah yang bisa menyelamatkannya.

Dalam membangun rumah yang Islami, sebetulnya dalam Islam ada beberapa petunjuk untuk itu. Di antaranya:

[Selebihnya...]

Tetangga yang Baik

Pilihlah rumah di antara tetangga yang baik (kecuali jika anda adalah da’i yang ingin melakukan perbaikan). Sebab jika tetangga anda tidak baik, maka hidup anda akan merasa kurang nyaman. Bayangkan jika tetangga anda adalah preman, pezina, atau pemabuk.

Pilihlah tetangga (lihat calon tetangganya atau lingkungannya dulu) sebelum memilih rumah. Pilihlah kawan perjalanan sebelum memilih jalan dan siapkan bekal sebelum berangkat (bepergian). (HR. Al Khatib)

Nabi Saw berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di tempat pemukiman. Sesungguhnya tetangga-tetangga orang-orang Badui suka berpindah-pindah.” (HR. Ibnu ‘Asakir)

Tiap empat puluh rumah adalah tetangga-tetangga, yang di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri (rumahnya). (HR. Ath-Thahawi).

Usahakan agar tetangga anda cukup makannya:

Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam (tidur) dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu. (HR. Al Bazzaar)

Hendaknya rumah cukup luas (tidak terlampau luas, tapi juga tidak terlampau sempit).

Di antara kebahagiaan seorang muslim ialah mempunyai tetangga yang shaleh, rumah yang luas dan kendaraan yang meriangkan. (HR. Ahmad dan Al Hakim)

Rumah yang terlampau luas, misalnya 400 m2 lebih, cenderung menghasilkan ”Rumah Gedong” di mana tetangga satu tidak kenal dengan tetangga lainnya. Para penghuni masing-masing asyik di dalam ”Istana” mereka.

Sebaliknya rumah yang terlalu sempit, misalnya kurang dari 50 m2 cenderung membuat penghuninya tidak betah di rumah sehingga akhirnya banyak menghabiskan waktunya mengobrol/gosip dengan para tetangganya.

Luas rumah yang ideal (pertengahan) adalah sekitar 100-200 m2.

Jangan Membangun Rumah Megah

Dalam membangun rumah, janganlah terlalu mewah sehingga jadi bermegah-megahan. Ini tidak disukai Allah dan merupakan satu sifat dari orang-orang yang buruk di akhir zaman.

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takaatsur:1]

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: ”Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung” [HR Muslim]

Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)

Jangan membangun rumah yang terlampau tinggi (misalnya sampai 4 tingkat) sehingga akhirnya tetangga tidak mendapat sinar matahari atau angin.

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” [HR Muslim]

Buatlah Rumah yang Baik

“…menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” [Al A’raaf:157]

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” [Al Maa-idah:100]

Rumah yang baik adalah rumah yang sehat. Yaitu jendelanya cukup sehingga sinar matahari bisa masuk dan tidak lembab. Ini juga bisa menghemat listrik karena siang hari tak perlu menyalakan lampu. Selain itu ventilasinya juga harus baik sehingga udara segar bisa masuk ke dalam rumah. Jarak antara lantai dan atap sebaiknya agak tinggi (minimal 2,5 meter) sehingga tidak terlalu panas.

Rumah juga harus kuat dan aman. Misalnya dengan menggunakan beton bertulang, rumah jadi lebih aman jika misalnya terjadi gempa. Jika menggunakan kayu, pilih kayu yang kuat serta beri anti rayap sehingga tidak mudah kropos. Harus diperhatikan apakah rumah tersebut rawan dari kebakaran atau tidak.

Sebaiknya rumah minimal terdiri dari 3 kamar. Satu untuk suami-istri, satu untuk anak laki-laki, dan satu lagi untuk anak perempuan. Banyak kasus incest terjadi karena kamarnya hanya satu sehingga pria-wanita bercampur.

Hendaknya aurat dari lawan jenis (kecuali suami-istri) terpelihara dengan pembagian kamar yang baik.

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu” [An Nuur:58]

Buatlah Rumah yang Indah

Allah senang keindahan. Manusia pun banyak yang suka akan keindahan. Oleh karena itu buatlah rumah yang indah. Tapi ingat, keindahan tidak sama dengan kemewahan atau kemegahan

Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya. (HR. Al-Baihaqi)

Rumah Harus Bermanfaat atau Fungsional

Selain indah setiap bagian rumah juga harus bermanfaat/fungsional. Jadi tidak hanya sekedar estetis tapi tidak bermanfaat.

Dari Abu Hurairoh ra, dia berkata: “Rosululloh SAW bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)

WC Jangan Mengarah/Membelakangi Kiblat

Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.:

Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika kencing atau buang air besar, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat. (Shahih Muslim No.388)

Usahakan agar rumah anda mengarah ke kiblat. Jika tidak, sebaiknya tempat shalat anda tidak mengarah ke WC.

Usahakan di rumah ada shower atau kran air, sehingga anda bisa mandi/wudlu dengan lebih sempurna dengan air yang mengalir.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu mandi dalam air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub.” Dikeluarkan oleh Muslim.

Sebaiknya tempat wudlu dipisah dari WC sehingga anda leluasa membaca doa sebelum atau sesudah wudlu.

Rumah Harus Bersih

Rumah yang kotor tidak sehat. Karena akan mengundang berbagai penyakit. Oleh karena itu rumah harus bersih dan mudah dibersihkan.

Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi)

Penjelasan:

Orang-orang Yahudi suka menumpuk sampah di halaman rumah.

Jangan Menaruh Patung di dalam Rumah

Umar berkata, “Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu.” [HR Bukhari]

Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya. [HR Bukhari]

Jangan Memelihara Anjing

Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa memiliki anjing selain anjing penjaga ternak dan anjing pemburu maka setiap hari pahala amalnya berkurang dua qirath. (Shahih Muslim No.2940)

Peliharalah Anak Yatim

Jika anda berkelebihan, asuhlah anak yatim dan perlakukanlah dengan baik.

Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk. (HR. Ibnu Majah)

Tanamlah Pohon agar Teduh dan Sejuk

Tanamlah pohon di rumah anda sehingga rumah anda teduh dan mendapat udara segar dari oksigen yang dikeluarkan pohon tersebut. Kenyamanan naungan pohon ini digambarkan Allah sebagai berikut:

“Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.” [Al Insaan:14]

Jika rumah anda luas mungkin anda bisa menanam pohon besar yang kuat seperti pohon asem. Jika sedang, bisa menanam pohon ukuran sedang seperti rambutan atau mangga. Hindari pohon besar yang rapuh dan berbahaya seperti pohon angsana. Banyak korban jiwa karena tertimpa pohon tersebut ketika terjadi badai/angin kencang.

Nasehat Luqman Kepada Anaknya


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits







Luqman adalah seorang yang diberikan hikmah/kebijaksanaan oleh Allah. Satu hikmahnya adalah untuk selalu bersyukur kepada Allah:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. [Luqman 12]

Luqman mendidik anaknya agar tidak mempersekutukan Allah. Nasehat Luqman kepada anaknya wajib ditiru oleh ummat Islam lainnya.

Jangan Mempersekutukan Allah

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:

“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kelaliman yang besar”. [Luqman 13]

Ummat Islam tidak boleh menyembah Tuhan selain Allah atau musyrik. Syirik adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah.

Berbuat Baik Kepada Orang Tua

“Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.“ [Luqman 14]

Ibu kita mengandung kita selama 9 bulan. Beliau juga sampai berdarah-darah dengan resiko kehilangan nyawa ketika melahirkan kita. Belum lagi mereka harus sabar merasakan rengekan dan tangisan kita bahkan mungkin pukulan kita ketika masih kecil. Mereka memberi kita makan, minum, pakaian, pendidikan, dan sebagainya. Sudah sepantasnya kita berbakti pada mereka.

Tidak Mengikuti Orang Tua dalam Kemaksiatan dan Berbuat Baik kepada Mereka

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Luqman 15]

Berbuat Baik Meski Sedikit

Lukman berkata: “Hai anakku, sesungguhnya jika ada sesuatu perbuatan seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan membalasinya. Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” [Luqman 16]

Mengerjakan Shalat, Menyuruh Kebaikan dan Melarang Kemungkaran, serta Bersabar

Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” [Luqman 17]

Jangan Sombong

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]

Rendah Hati dan Tidak Berkata Kasar

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” [Luqman 19]

Itulah nasihat Luqman kepada anaknya yang diabadikan oleh Allah dalam Al Qur’an. Semoga kita semua bisa mengamalkannya dan mengajarkannya kepada anak kita.

Siapa Tuhan kita?


Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits







Siapa Tuhan Kita?

Tidak dapat dipungkiri, bahwa sesungguhnya Tuhan itu hanya satu. Meski demikian, banyak orang yang menyembah Tuhan yang berbeda-beda. Ada yang menyembah matahari sebagai Tuhannya. Ada yang menyembah Tuhan Bapak, Tuhan Anak, dan sebagainya. Ada juga yang hanya menyembah Allah semata.

Lalu, manakah Tuhan yang benar menurut Islam? Bagaimana ciri-cirinya? Sesungguhnya, kita tidak mengetahui sedikit pun tentang Tuhan, meski demikian, dalam Al Qur’an, Tuhan menjelaskan sifat-sifatnya.

Menurut ajaran Islam, Tuhan adalah pencipta segalanya:

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah”. Lalu jadilah ia.” [Al Baqoroh:117]

“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.” [Ali Imran:59]

”Katakanlah: “Apakah di antara sekutu-sekutumu ada yang dapat memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali?” katakanlah: “Allah-lah yang memulai penciptaan makhluk, kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali; maka bagaimanakah kamu dipalingkan (kepada menyembah yang selain Allah)?” [Yunus:34]

Tuhan juga memiliki semua yang ada, baik di bumi, langit, mau pun yang ada di antara keduanya:

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?” Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [Al Maaidah:17]

Tuhan juga telah ada sebelum segala sesuatu ada (awal). Tuhan juga akan tetap ada, ketika yang lain telah musnah (akhir):

“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Al Hadiid:3]

Oleh karena itu, tidak mungkin Tuhan lahir, ketika makhluk lain sudah ada, atau pun meninggal, ketika makhluk lain masih ada. Jika ada, itu tidak lain hanyalah makhluk ciptaan Tuhan belaka.

Hanya ada satu Tuhan, yaitu: Allah.

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [Al Maa-idah:73]

Allah tidak punya sekutu.

“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah.” Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. [Ar Ra’d:16]

“Dan katakanlah: “Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya.” [Al Israa:111]

Maha Suci Allah dari mempunyai anak dan sekutu.

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu,” [Al Mu’minuun]

“dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”. [Al Ikhlas:4]

Allah Maha Mengetahui, baik yang zahir mau pun yang ghaib.

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Al An’aam:59]

Allah Maha Kuasa. Sering kita terpukau akan kegagahan/keperkasaan seseorang. Namun mereka semua tidak ada yang kekal. Orang-orang yang besar dan ditakuti seperti Jengis Khan, Hitler, Roosevelt, semua musnah di tangan Allah yang Maha Kuasa dan Maha Mematikan.

“Jika Allah menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu wahai manusia, dan Dia datangkan umat yang lain (sebagai penggantimu). Dan adalah Allah Maha Kuasa berbuat demikian.” [An Nisaa:133]

“Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) sesuatu kemanfa`atanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” [Al Furqaan:3]

Allah Maha Mengatur. Sering kita lihat jembatan yang telah dirancang oleh para ahli dan dibangun ratusan tukang dengan tiang-tiang yang kuat, roboh seketika. Atau lalu-lintas udara yang diatur dengan radar, pengawas udara, serta pilot dan co-pilot, tetap selalu mengalami kecelakaan setiap tahunnya.

Namun tidak pernah sekalipun langit yang tanpa tiang ambruk menimpa bumi. Matahari tidak pernah menabrak bulan atau bumi, meski semuanya telah beredar selama milyaran tahun. Itulah bukti bahwa keteraturan itu terjadi karena adanya Sang Maha Pengatur: Allah.

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]

Allah juga telah memberikan banyak nikmatnya kepada manusia:

“Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [Al Baqarah:22]

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” [Al Baqarah:164]

Itulah beberapa sifat dari Allah, Tuhan kita. Sifat-sifat Allah lainnya tercermin dalam 99 nama Allah (Asma ul Husna).

Bukti Tuhan itu Ada





Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: Muqarrar Al-Mustawa Ats Tsalits








Bukti Tuhan itu Ada

Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang nyata.

Benarkah Tuhan itu ada? Kita tidak pernah melihat Tuhan. Kita juga tidak pernah bercakap-cakap dengan Tuhan. Karena itu, tidak heran jika orang-orang atheist menganggap Tuhan itu tidak ada. Cuma khayalan orang belaka.

Ada kisah zaman dulu tentang orang atheist yang tidak percaya dengan Tuhan. Dia mengajak berdebat seorang alim mengenai ada atau tidak adanya Tuhan. Di antara pertanyaannya adalah: “Benarkah Tuhan itu ada” dan “Jika ada, di manakah Tuhan itu?”

Ketika orang atheist itu menunggu bersama para penduduk di kampung tersebut, orang alim itu belum juga datang. Ketika orang atheist dan para penduduk berpikir bahwa orang alim itu tidak akan datang, barulah muncul orang alim tersebut.

“Maaf jika kalian menunggu lama. Karena hujan turun deras, maka sungai menjadi banjir, sehingga jembatannya hanyut dan saya tak bisa menyeberang. Alhamdulillah tiba-tiba ada sebatang pohon yang tumbang. Kemudian, pohon tersebut terpotong-potong ranting dan dahannya dengan sendirinya, sehingga jadi satu batang yang lurus, hingga akhirnya menjadi perahu. Setelah itu, baru saya bisa menyeberangi sungai dengan perahu tersebut.” Begitu orang alim itu berkata.

Si Atheist dan juga para penduduk kampung tertawa terbahak-bahak. Dia berkata kepada orang banyak, “Orang alim ini sudah gila rupanya. Masak pohon bisa jadi perahu dengan sendirinya. Mana bisa perahu jadi dengan sendirinya tanpa ada yang membuatnya!” Orang banyak pun tertawa riuh.

Setelah tawa agak reda, orang alim pun berkata, “Jika kalian percaya bahwa perahu tak mungkin ada tanpa ada pembuatnya, kenapa kalian percaya bahwa bumi, langit, dan seisinya bisa ada tanpa penciptanya? Mana yang lebih sulit, membuat perahu, atau menciptakan bumi, langit, dan seisinya ini?”

Mendengar perkataan orang alim tersebut, akhirnya mereka sadar bahwa mereka telah terjebak oleh pernyataan mereka sendiri.

“Kalau begitu, jawab pertanyaanku yang kedua,” kata si Atheist. “Jika Tuhan itu ada, mengapa dia tidak kelihatan. Di mana Tuhan itu berada?” Orang atheist itu berpendapat, karena dia tidak pernah melihat Tuhan, maka Tuhan itu tidak ada.

Orang alim itu kemudian menampar pipi si atheist dengan keras, sehingga si atheist merasa kesakitan.

“Kenapa anda memukul saya? Sakit sekali.” Begitu si Atheist mengaduh.

Si Alim bertanya, “Ah mana ada sakit. Saya tidak melihat sakit. Di mana sakitnya?”

“Ini sakitnya di sini,” si Atheist menunjuk-nunjuk pipinya.

“Tidak, saya tidak melihat sakit. Apakah para hadirin melihat sakitnya?” Si Alim bertanya ke orang banyak.

Orang banyak berkata, “Tidak!”

“Nah, meski kita tidak bisa melihat sakit, bukan berarti sakit itu tidak ada. Begitu juga Tuhan. Karena kita tidak bisa melihat Tuhan, bukan berarti Tuhan itu tidak ada. Tuhan ada. Meski kita tidak bisa melihatNya, tapi kita bisa merasakan ciptaannya.” Demikian si Alim berkata.

Sederhana memang pembuktian orang alim tersebut. Tapi pernyataan bahwa Tuhan itu tidak ada hanya karena panca indera manusia tidak bisa mengetahui keberadaan Tuhan adalah pernyataan yang keliru.

Berapa banyak benda yang tidak bisa dilihat atau didengar manusia, tapi pada kenyataannya benda itu ada?

Betapa banyak benda langit yang jaraknya milyaran, bahkan mungkin trilyunan cahaya yang tidak pernah dilihat manusia, tapi benda itu sebenarnya ada?

Berapa banyak zakat berukuran molekul, bahkan nukleus (rambut dibelah 1 juta), sehingga manusia tak bisa melihatnya, ternyata benda itu ada? (manusia baru bisa melihatnya jika meletakan benda tersebut ke bawah mikroskop yang amat kuat).

Berapa banyak gelombang (entah radio, elektromagnetik. Listrik, dan lain-lain) yang tak bisa dilihat, tapi ternyata hal itu ada.

Benda itu ada, tapi panca indera manusia lah yang terbatas, sehingga tidak mengetahui keberadaannya.

Kemampuan manusia untuk melihat warna hanya terbatas pada beberapa frekuensi tertentu, demikian pula suara. Terkadang sinar yang amat menyilaukan bukan saja tak dapat dilihat, tapi dapat membutakan manusia. Demikian pula suara dengan frekuensi dan kekerasan tertentu selain ada yang tak bisa didengar juga ada yang mampu menghancurkan pendengaran manusia. Jika untuk mengetahui keberadaan ciptaan Allah saja manusia sudah mengalami kesulitan, apalagi untuk mengetahui keberadaan Sang Maha Pencipta!

Memang sulit membuktikan bahwa Tuhan itu ada. Tapi jika kita melihat pesawat terbang, mobil, TV, dan lain-lain, sangat tidak masuk akal jika kita berkata semua itu terjadi dengan sendirinya. Pasti ada pembuatnya.

Jika benda-benda yang sederhana seperti korek api saja ada pembuatnya, apalagi dunia yang jauh lebih kompleks.

Bumi yang sekarang didiami oleh sekitar 8 milyar manusia, keliling lingkarannya sekitar 40 ribu kilometer panjangnya. Matahari, keliling lingkarannya sekitar 4,3 juta kilometer panjangnya. Matahari, dan 9 planetnya yang tergabung dalam Sistem Tata Surya, tergabung dalam galaksi Bima Sakti yang panjangnya sekitar 100 ribu tahun cahaya (kecepatan cahaya=300 ribu kilometer/detik!) bersama sekitar 100 milyar bintang lainnya. Galaksi Bima Sakti, hanyalah 1 galaksi di antara ribuan galaksi lainnya yang tergabung dalam 1 “Cluster”. Cluster ini bersama ribuan Cluster lainnya membentuk 1 Super Cluster. Sementara ribuan Super Cluster ini akhirnya membentuk “Jagad Raya” (Universe) yang bentangannya sejauh 30 Milyar Tahun Cahaya! Harap diingat, angka 30 Milyar Tahun Cahaya baru angka estimasi saat ini, karena jarak pandang teleskop tercanggih baru sampai 15 Milyar Tahun Cahaya.

Bayangkan, jika jarak bumi dengan matahari yang 150 juta kilometer ditempuh oleh cahaya hanya dalam 8 menit, maka seluruh Jagad Raya baru bisa ditempuh selama 30 milyar tahun cahaya. Itulah kebesaran ciptaan Allah! Jika kita yakin akan kebesaran ciptaan Tuhan, maka hendaknya kita lebih meyakini lagi kebesaran penciptanya.

Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang, matahari, bulan, dan lain-lain:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]

Ada jutaan orang yang mengatur lalu lintas jalan raya, laut, dan udara. Mercusuar sebagai penunjuk arah di bangun, demikian pula lampu merah dan radar. Menara kontrol bandara mengatur lalu lintas laut dan udara. Sementara tiap kendaraan ada pengemudinya. Bahkan untuk pesawat terbang ada Pilot dan Co-pilot, sementara di kapal laut ada Kapten, juru mudi, dan lain-lain. Toh, ribuan kecelakaan selalu terjadi di darat, laut, dan udara. Meski ada yang mengatur, tetap terjadi kecelakaan lalu lintas.

Sebaliknya, bumi, matahari, bulan, bintang, dan lain-lain selalu beredar selama milyaran tahun lebih (umur bumi diperkirakan sekitar 4,5 milyar tahun) tanpa ada tabrakan. Selama milyaran tahun, tidak pernah bumi menabrak bulan, atau bulan menabrak matahari. Padahal tidak ada rambu-rambu jalan, polisi, atau pun pilot yang mengendarai. Tanpa ada Tuhan yang Maha Mengatur, tidak mungkin semua itu terjadi. Semua itu terjadi karena adanya Tuhan yang Maha Pengatur. Allah yang telah menetapkan tempat-tempat perjalanan (orbit) bagi masing-masing benda tersebut. Jika kita sungguh-sungguh memikirkan hal ini, tentu kita yakin bahwa Tuhan itu ada.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” [Yunus:5]

“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” [Yaa Siin:40]

Sungguhnya orang-orang yang memikirkan alam, insya Allah akan yakin bahwa Tuhan itu ada:

“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” [Ar Ra’d:2]

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imron:191]

Terhadap manusia-manusia yang sombong dan tidak mengakui adanya Tuhan, Allah menanyakan kepada mereka tentang makhluk ciptaannya. Manusiakah yang menciptakan, atau Tuhan yang Maha Pencipta:

“Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya?” [Al Waaqi’ah:58-59]

“Maka terangkanlah kepadaku tentang yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?” [Al Waaqi’ah:63-64]

“Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?” [Al Waaqi’ah:72]

Di ayat lain, bahkan Allah menantang pihak lain untuk menciptakan lalat jika mereka mampu. Manusia mungkin bisa membuat robot dari bahan-bahan yang sudah diciptakan oleh Allah. Tapi untuk menciptakan seekor lalat dari tiada menjadi ada serta makhluk yang bisa bereproduksi (beranak-pinak), tak ada satu pun yang bisa menciptakannya kecuali Allah:

“…Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” [Al Hajj:73]

Sesungguhnya, masih banyak ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan bahwa sesungguhnya, Tuhan itu ada, dan Dia lah yang Maha Pencipta.